Jelek di Akademis Tapi Sukses di Bidang Enterprenur

Orang Asia terkenal dengan ambisinya di bidang akademis, sampai-sampai muncullah stereotip tentang para orang tua yang menekan anaknya untuk berprestasi secara akademis. Bahkan, ketika Amy Chua menulis buku bestsellernya yang berjudul "Battle Hymn of the Tiger Mother", dunia sepakat menggambarkan orang tua di Asia yang tidak dapat menerima jika anaknya mendapat nilai di bawah grade A.

Sehingga banyak netizen membuat meme "High Expectation Asian Father" 
Jelek di Akademis Tapi Sukses di Bidang Enterprenur

untuk menertawakan hal tersebut, tapi sejujurnya banyak dari siswa dan orant tua mereka percaya bahwa pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk menuju kesuksesan. Seperti yang di kutip dari sebuah artikel di USA Today, Hwy-Chang Moon, profesor dan dekan di sebuah sekolah pascasarjana ilmu internasional di Seoul National University, ,emgibaratkannya seperti "Ada mentalitas tentang menjadi yang terbaik Anda harus menjadi yang terdepan, jika tidak anda tidak mungkin dapat bertahan hidup."

Akan tetapi belakangan ini, seperti yang telah kita lihat beberapa perusahaan ternama mulai menyangkal mitos tersebut, dengna kata lain, kesuksesan akademis bukan cara yang baik untuk mengetahui apakah anda orang ayang akan sukses kedepannya di dalam sebuah pekerjaan, apalagi dalam menjalankan sebuah bisnis.

Ini dia 5 enterprenur yang telah berhasil dengan usahanya masing-masing meski tanpa mendapatkan nilai A di akademis.
1. Juny “Acong” Maimun, founder dan CEO Indowebster
Jelek di Akademis Tapi Sukses di Bidang Enterprenur

Pada tahun 2002, Acong putus kuliah dan setelah mengunjungi jakarta selama akhir semester dan ia membuaka warnet hybrid pertama yang beroperasi 24 jam di jakarta, yang kemudian di berinama AMPM untuk mencerminkan jam oerasionalnya yang dibuka Non-Stop. Karena menggabungkan konsep pusat game center dan warnet tradisional, Setelah beberapa saat, pasar menuntut koneksi internet dengan kecepatan tinggi setara dengan apa yang ia tawarkan pada AMPM-nya.
"Saya tidak tahu apa yang saya lakukan. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Saya tidak tahu apa-apa tentang ISP. Saya hanya tahu bagaimana menjual bandwidth dan remake bandwidth, dan hanya itu."
Menurut Acong, AMPM-NYAsekarang di akuinya sebagai salah satu penyedia layanan internet terkemuka di negeri ini. Tak lama setelah itu , ia lalu mendirikan Indowebster, website file hosting multimedia asalindonesia yang terkenal di seluruh dunia saat ini

2Andry Suhaili, founder dan CEO PriceArea
Jelek di Akademis Tapi Sukses di Bidang Enterprenur

Perjalanan Andry dimulai di pulau kecil di indonesia yaitu Bangka, dimana ia menyelesaikan setengah tahun SD-nya disana. dan melanjutkan belajarnya di jakarta, Singapura dan akhirnya di LA.
"Menjadi seorang anak dari sebuah kota kecil, saya mengalami kesulitan dalam hal akademis dan memperoleh teman – terutama karena hambatan bahasa dialek (Bangka) saya ketika berbicara Bahasa Indonesia – tapi saya berhasil lulus (di Jakarta). Saya menghadapi masalah yang sama (ketika pindah ke Singapura). Tapi waktu itu jauh lebih sulit, karena bahasa Inggris, dan saya hampir tidak lulus tahun pertama saya di SMP."
Setelah bereksperimen dengan beberapa bisnis, ia lalu membangu n PriceArea pada tahun 2008 untuk membantu dan memungkinkan orang menemukan penawaran terbaru secara online.

3.Yoichiro “Pina” Hirano, founder dan CEO Infoteria
Jelek di Akademis Tapi Sukses di Bidang Enterprenur

Di usia mudanya pina sudah memiliki ketertarikan dengan dunia teknologi. Di Kampus dia hanya fokus di bidang sofwarwe dari semula di bidang hardware, dan dia tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran yang di terimanya.
"Saya sedang meng-coding software di notebook saya sepanjang hari. Saya hampir menjadi yang terburuk di kelas saya, ada 10 kelas dengan 45 siswa masing-masing dan selama tiga tahun (masa SD di Jepang adalah enam tahun, dan tiga tahun masing-masing di SMP dan SMA) saya berada di bawah peringkat 40. Saya tidak belajar, saya hanya melakukan programming. "
Tapi setelah keluar dari universitas, Pina langsung mendirikan sebuah perusahaan bisnis software dengan teman0temannya dari toko komputer lokal, dan word processor bahasa jepang 8 bit untuk platform NEC yang dia ciptakan menjadi bestseller national. Tidak puas hanya dengan itu, kemudian ia mendirikan Infoteria pada tahun 1998, yan gkini sudah menjadi perusahaan terdaftar dalam bursa efek dalam waktu delapan tahun, dan sekarang perusahannya bernilai USD 50 juta.

4.Brian Lim, founder dan CEO Launchbox
Jelek di Akademis Tapi Sukses di Bidang Enterprenur

Seperti kebanyakan anak kecil pada umumnya Brian mempunyai mimpi yang ia ingin wujudkan yaitu menjadi seorang Astronot. Namun guru-gurunya tidak begitu peduli dengan ambisinya tersebut.
"Setiap saya mengatakan tentang ide-ide gila, saya disuruh untuk duduk. Saya tidak mendapat peringkat ‘O’ (outstanding), dan saya dikeluarkan dari sekolah politeknik setelah tahun pertama saya."
Tidak begitu cemerlang di sekolah sampai-sampai membuat ia begitu bosan. Meskipun ia harus menunggu mewujudkan mimpinya untuk mendapatkan gelar sarjana di Australia, ia akhirnya kembali mengejar mimpinya dengan sepenuh hati ketika ia bertemu dengan salah satu dosen di Internasional Space University, sebuah organisasi yang mengarjarkan dasar-dasar ruang ankasa untuk para mahasiswanya diseluruh dunia. Kini, Brian pun sudah menjalankan sebuah bisnis StartUp di Australia yang di beri nama LaunchBox, Sebuah perusahaan yang ingin membangun dan meluncurkan satelit keluar angkasa.

5.Andres Tan, Co-Founder Edusnap

Jelek di Akademis Tapi Sukses di Bidang Enterprenur

Menurut Andres Tan salah satu dari banyak orang di Singapura yang harus berurusan dengan sistem pendidikan di negeri mereka sangat kompetitif.
"Saya mengambil jurusan Normal Technical di SMA, dan masuk ke ITE [Institute of Technical Education], kemudian politeknik, dan setelah itu wajib militer, dan akhirnya universitas. Itu adalah perjalanan hidup yang panjang! Karena saya tidak berasal dari keluarga kaya, orang tua saya tidak memiliki kemampuan untuk mengirimkan saya untuk mengikuti program pengayaan tambahan. Akibatnya – dan saya percaya ini adalah salah satu alasan utama mengapa saya tidak bisa berbuat lebih baik dalam bidang akademis di awal-awal hidup saya – saya menyerah untuk belajar sepenuhnya. Bagi saya, belajar itu mahal dan tidak menguntungkan bagi orang-orang yang tidak kaya. "
Tapi terlepas dari latar belakang akademisnya yang kurang bergengsi, Andres pun bertekad untuk menciptakan sebuah platform yang akan menghubungkan tutor dengan siswa yang tidak memiliki akses ke mentor seperti teman-teman mereka yang kaya. Setelah berjuang dengan susah payah akhirnya lahirlah Edusnap.

sumber : id.techinasia
Previous
Next Post »